Artikel Tanya Jawab

Haruskah Diam Atau Melawan? Saat Pertengkaran Terjadi di Depan Anak

Artikel Tanya Jawab

Penanya (Ummu Fulanah):

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Ustaz selalu diberikan kesehatan dan keberkahan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Mohon nasihatnya, Ustaz. Ana sudah menikah kurang lebih 5 tahun. Ana dan suami terpaut usia yang cukup jauh. Namun kami masih sering bertengkar, dan suami sering meninggikan suara. Ana pun kadang terpancing dan membalas dengan nada tinggi, bahkan sampai terjadi di depan anak kami. Mohon nasihatnya agar kami berdua bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih sabar ke depannya. Jazakallahu khairan.”

Jawaban:

Subhanallah…

Kita tahu, setelah atau sebelum kemerdekaan, pernikahan usia muda adalah hal biasa. Walaupun secara usia masih belia, tapi mereka sudah matang dan siap memikul tanggung jawab rumah tangga. Anak perempuan usia 13 atau 14 tahun sudah punya anak dan siap jadi ibu. Tapi sekarang, usia 20 tahun pun belum tentu siap jadi istri bahkan suami pun begitu.

Ironisnya, sekolah bertahun-tahun ternyata tidak otomatis menjadikan seseorang dewasa. Maka, inilah yang perlu direnungkan. Dahulu, meski pendidikan formal terbatas, tapi mereka bisa menghidupkan peran keluarga dengan baik. Sekarang, banyak yang cerdas secara akademik, tapi belum tentu siap jadi suami atau istri. Kembali ke pertanyaan utama : Bicara tentang pertikaian suami istri, terlebih jika terjadi di depan anak-anak, tentu ada beberapa nasihat penting untuk suami dan istri.

Nasihat untuk Suami:

Engkau adalah pemimpin. Allah berfirman:

(QS. An-Nisa: 34)
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita…”

Menjadi pemimpin itu tidak mudah. Pemimpin harus punya visi besar, sifat sabar, dan mampu melihat kelebihan anggota keluarganya, bukan hanya kekurangannya.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah (istrinya). Jika ia membenci satu sifat darinya, maka pasti ada sifat lain yang ia sukai.” (HR. Muslim)

Lihatlah kelebihan istrimu. Jangan hanya menyoroti kekurangannya. Marah itu seperti badai. Badai bisa merobohkan pohon, menghancurkan atap, tetapi tidak mampu membuka simpul tali dia hanya memutuskan. Begitulah amarah. Ia tidak menyelesaikan masalah, justru bisa merusak bangunan rumah tangga. Ketika ada seseorang datang kepada RasulullahShallallahu ‘Alaihi Wasallam dan meminta nasihat, Nabi hanya mengatakan:

“La taghdhob.”
“Jangan marah.” (HR. Bukhari)

Ia mengulang permintaannya, tapi Nabi tetap menjawab hal yang sama: “Jangan marah.”

Jika istri memancing emosi, ingat sabda Nabi ﷺ:

“Apabila salah seorang di antara kalian marah, maka hendaklah ia diam.”
(HR. Ahmad)

Meninggikan suara di rumah bukanlah solusi.

Nasihat untuk Istri:

Ketika suami marah, diam adalah bentuk kekuatan. Katakan: “Afwan, aku minta maaf.” Meskipun dalam hati kau merasa tidak bersalah, ini bukan pengadilan. Ini rumah tangga, tempat membangun, bukan mencari siapa yang benar atau salah. Bayangkan jika tukang dan kuli bangunan saling bertengkar — bangunan tidak akan pernah selesai, bahkan bisa hancur. Maka, wahai istri, minta maaflah, walau engkau benar. Demi keutuhan rumah tangga.

Pesan Penutup

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Aku menjamin rumah di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan, meskipun dia berada di pihak yang benar.”
(HR. Abu Dawud)

Hormatilah suami. Sambut ia dengan baik sepulang kerja. Jangan langsung menuduh atau menginterogasi, “Kenapa telat? Dari mana saja?” Bisa jadi, pertanyaan itu memicu amarah. Sebaliknya, sambut dengan senyum dan perhatian. Siapkan makanan atau minuman. Saling menghargai akan memadamkan api pertikaian dan menghadirkan ketenangan di dalam rumah.

Barakallahu fikum. Semoga Allah menjaga rumah tangga kita dari pertikaian dan mengisinya dengan sakinah, mawaddah, dan rahmah. Sebaliknya, sambut dengan senyum dan perhatian. Siapkan makanan atau minuman. Saling menghargai akan memadamkan api pertikaian dan menghadirkan ketenangan di dalam rumah.

Barakallahu fikum.
Semoga Allah menjaga rumah tangga kita dari pertikaian dan mengisinya dengan sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Wallahu a’lam.

***
Jawaban dalam bentuk video dapat anda saksikan dengan klik link ini.

Bagikan Artikel Ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *