Lebih Baik Mana Mendahulukan Haji atau Umroh?

Penanya : Sinta Pratiwi “Bismillah izin bertanya. Orang tua saya berusia 55 tahun belum daftar haji. Antrian haji sangat panjang. Jika kelak Insya Allah saya ada rezeki apakah lebih baik mendaftarkan haji atau umroh? Apakah boleh mendaftarkan umroh terlebih dahulu? Jazakumullahu khoiron” Ustadz Menjawab :  Wa jazakumullahu khairan dan ini merupakan fenomena yang sering terjadi di tengah kaum muslimin pada saat fenomenanya untuk melaksanakan ibadah haji harus menunggu waktu yang panjang. Sehingga penuh dengan spekulasi apakah umurku akan sampai, bisa berangkat atau tidak. Maka sebenarnya para ulama menyebutkan orang yang menunaikan ibadah haji dan dia mendapatkan kewajiban adalah orang yang mampu, ini yang pertama. Yang kedua, tingkat kemampuan itu akan dinilai pada saat keberangkatan. Pada saat musim haji telah tiba, lalu dia memiliki biaya yang bisa dipersiapkan untuk mempersiapkan kendaraan maupun perbekalan maka dia menjadi wajib untuk melaksanakan ibadah haji. Adapun Haji yang masih lama tidak tahu kapan datangnya, hitungan kasar kita 30 tahun misalkan, tapi apakah itu akan betul-betul kita dapatkan? Taruhlah misalkan karena sudah sepuh, sudah tua, akhirnya bisa dipotong dipercepat menjadi 15 tahun. Tapi itupun masih terlampau lama. Maka para ulama mengatakan kewajiban itu belum diukur dan distandarkan kecuali pada saat datang masa musim haji itu. Kalau seandainya kita sudah siap semua biaya akan tetapi belum mencukupi pada saat keberangkatan karena biayanya naik misalkan. Atau kita sudah siap mencukupi dan harta semua cukup akan tetapi kita masih belum bisa berangkat karena harus antri misalnya, maka kewajiban itu belum berkenaan dengan kita sebagai seorang muslim. Maka ketika kita mampu untuk melaksanakan ibadah lain yang lebih dekat, Wallahua’lam, yang bisa kita kerjakan adalah yang terdekat dan mampu sesegera mungkin. Umroh kalau seandainya kita bisa kerjakan sekarang maka ini yang lebih kita dahulukan sebagaimana umroh pun juga sebagian ulama mengatakan diwajibkan sekalipun sekali seumur hidup setelahnya baru sunnah, ini menurut sebagian para ulama. Artinya pada saat kita mampu untuk melaksanakan umroh sementara haji masih belum tahu kapan terlaksananya, kalau kita tunda bisa jadi haji tidak laksanakan umroh pun tidak terlaksana, maka kita laksanakan yang mungkin. Kemudian siapa tahu justru setelah itu Allah ‘Azza wa Jalla akan mengabulkan do’a-do’a kita pada saat umroh sehingga rezeki semakin mudah untuk mendapatkan sehingga kita bisa semakin mempercepat jarak tunggu kita untuk melaksanakan ibadah haji. Wallahu A’lam Bishawab. *** Dijawab oleh Ustadz. Dr. Emha Hasan Ayatullah, M.A. حفظه الله

Hukum Wanita Umroh Tanpa Mahrom

Penanya :  “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ustadz ahsanallahuilaikum, afwan izin bertanya. Bagaimana hukumnya wanita umroh tanpa mahram, berdosakah? Karena sekarang belum ada mahram yang bisa menemani, tapi sungguh Ana ingin sekali ke tanah suci selagi ada keluangan rezeki dan masih Allah beri umur (apalagi itu merupakan jihad bagi wanita). Mohon penjelasannya Ustadz. Jazakumullahu khairan wabarakallah fiikum.” Ustadz Menjawab:  Wa iyyakum. Terkait dengan pertanyaan Bolehkah wanita umroh tanpa mahram, ini melihat kepada umroh itu umroh yang pertama ataukah umroh yang berikut-berikutnya. Jika dia adalah umroh yang pertama, maka menurut Mazhab Syafi’i yang meyakini atau mengatakan bahwa umroh pertama itu hukumnya wajib, mereka membolehkan dengan syarat dia berangkat dengan rombongan-rombongan yang bisa menjaga dirinya. Jadi dia disertai dengan rombongan dari wanita-wanita yang baik yang ketika wanita ini bersama dengan orang-orang tersebut dia bisa menjaga diri. Alasannya karena umroh yang pertama ini hukumnya wajib dan umroh itu mengandung ritual berupa mengunjungi Masjid yang merupakan masjid paling besar. Sedangkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan dalam hadis riwayat Muslim  تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ “Kalian janganlah melarang kaum wanita untuk mengunjungi masjid-masjid Allah“ Ketika seorang wanita itu dilarang untuk berangkat ke masjid, dilarang untuk umroh, berarti dia otomatis dilarang untuk mendatangi masjid yang paling besar yaitu Masjidil Haram. Itu alasan Al Imam Syafi’i rahimahullahu ta’ala. Akan tetapi menurut mazhab yang lain, seperti madzhab Hambali, mereka tetap mempersyaratkan adanya mahram. Sehingga ketika tidak ada atau belum ada mahram, maka perintah itu pun menjadi gugur, perintah wajibnya umroh. Walaupun mazhab Hambali juga sependapat dengan mazhab Syafi’i tentang wajibnya umroh yang pertama akan tetapi mereka mempersyaratkan adanya mahram, berbeda dengan Mazhab Syafi’i yang tidak mempersyaratkan adanya mahram namun mempersyaratkan adanya rifqoh aminah atau rombongan yang yang bisa menjaga keamanannya. Dan saya pribadi lebih menganjurkan agar para wanita ini bersabar mengingat banyaknya fitnah dan kendala yang mungkin terjadi di lapangan. Ketika dia tidak dibarengi oleh mahramnya dia jatuh sakit maka dia akan kesulitan untuk bisa mendapatkan perawatan tanpa harus bersentuhan dengan lawan jenis. Demikian juga ketika mungkin dia tersesat  atau menghadapi kendala-kendala, mungkin juga akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena tidak ada yang menjaga dia dari dari mahramnya. Oleh karena itu saya menganjurkan agar orang-orang seperti ini, apalagi kalau umurnya bukan umroh yang pertama, maka jelas tidak terlalu urgent baginya untuk bisa berangkat ke tanah suci. Oleh karena itu lebih baik dia menunggu sampai Allah memudahkan baginya untuk berangkat bersama mahramnya. Wallahu ta’ala a’lam. *** Dijawab oleh Ustadz. Dr. Sofyan Baswedan, M.A. حفظه الله

Hukum Berhaji Dengan Dana Pensiun

Penanya : Saudari Taufani di Banten, di kota Tangerang Selatan Tahun 2010 saya resign dari pekerjaan, di mana saya mendapatkan uang Jamsostek. Gaji dipotong untuk jaminan pensiun, kemudian uang tersebut saya setorkan untuk Haji reguler suami istri. Apakah haji saya sah? Pada saat itu saya belum mengenal sunnah. Saya takut haji saya tidak diterima Allah ‘azza wa jalla. Ustadz Menjawab : Baik barakallahu fiik wa atsabakumullah kepada Saudari Taufani atas kebersamaannya. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menambahkan taufik hidayah kepada Anda dan juga seluruh pemirsa fatwa TV di manapun Anda berada. Uang Jamsostek yang mekanismenya sebagiannya dipotongkan dari gaji karyawan dan selebihnya ditanggung oleh kantor atau instansi maka secara hukum itu halal. Sehingga Boleh Anda gunakan untuk apapun dari kepulauan Anda, termasuk untuk membayar setoran biaya keberangkatan ibadah haji Anda ataupun umroh Anda. Karena Jamsostek itu sejatinya adalah pemberian dari perusahaan ataupun dari instansi anda karena gaji itu tidak pernah Anda terima. Potongan itu tidak pernah diserahkan kepada anda, itu betul-betul dari kantor kemudian langsung disetorkan ke BPJS. Sehingga sebagai karyawan, sebagai PNS, Anda hanya menerima, tanpa tahu menahu dan tanpa pernah menerima iuran tersebut tanpa pernah sampai ke tangan Anda. Yang terjadi itu hanya laporan-laporan secara administratif saja bahwa gaji anda dipotong sekian rupiah atau sekian persen. Tapi faktanya uang tersebut dari kantor anda langsung ditransfer kan ke BPJS. Sehingga yang sebetulnya yang terjadi itu hanya sekedar proses administrasi yang mengesankan bahwa Anda memiliki gaji sekian rupa yang dipotong, tetapi faktanya, kenyataannya, uang itu langsung dibayarkan dari kantor Anda ke kantor BPJS. sehingga sejatinya itu adalah pemberian dari lembaga Anda atau perusahaan anda sebagai apresiasi atas pengabdian dan kinerja Anda selama berstatus sebagai karyawan mereka ataupun sebagai PNS. Wallahu ta’ala a’lam. *** Dijawab oleh Ustadz. Dr. Muhammad Arifin Badri, M.A. حفظه الله