Apakah Boleh Menceritakan Aib Masa Lalu dan Bagaimana Cara Ikhlas Menerima Takdir serta Melupakan Kejadian Kelam?

Penanya (Tri di Tasikmalaya, Jawa Barat) : Apakah diperbolehkan menceritakan aib sendiri, misalnya pernah terkena sihir atau melakukan dosa-dosa di masa lalu, kepada orang yang kita percaya dan mampu menjaga rahasia? Bagaimana caranya agar kita bisa ikhlas dan rida melupakan kejadian kelam di masa lalu, termasuk pengalaman terkena sihir? Apa kiat-kiat agar kita dapat menerima takdir dari Allah dengan lapang hati, sehingga tidak lagi merasa sedih saat mengingat masa lalu tersebut? Jawaban : Tidak masalah jika kita curhat atau berbagi kepada orang-orang yang kita percaya dan mampu menjaga rahasia, terutama jika kita ingin diberikan solusi atas masalah yang kita hadapi. Namun, mengumbar aib atau menceritakan dosa kita sendiri tidaklah baik, bahkan berbahaya bagi diri kita. Oleh karena itu, jika kita sudah bertaubat dari dosa yang tidak diketahui orang lain, sebaiknya kita tidak perlu menceritakannya, kecuali dalam keadaan tertentu di mana kita perlu berkonsultasi dengan orang-orang yang beriman dan bertakwa. Mereka adalah orang yang dapat dipercaya untuk memberikan solusi. Jika kita ingin menyampaikan masalah tanpa mengungkapkan secara langsung, kita bisa menggunakan contoh lain seolah-olah membicarakan orang lain, meskipun yang dimaksud adalah diri kita sendiri. Pada dasarnya, kita diperintahkan untuk menutupi aib kita dan tidak menceritakannya kepada siapa pun setelah kita bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam juga mengajarkan kita dzikir-dzikir yang bisa kita baca agar terhindar dari kesedihan, baik kesedihan masa lalu yang muncul ketika kita mengingat kejadian yang membuat sedih, kesedihan yang berkaitan dengan masa depan yang kita bayangkan akan terjadi, maupun kesedihan yang terjadi saat ini. Semua ini telah diajarkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam melalui berbagai dzikir, seperti yang disebutkan dalam hadits yang shahih. Salah satu dzikir tersebut adalah: Laa ilaaha illallahul ‘aziimul haliim, yang artinya “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Agung dan Maha Penyantun.” Dzikir lainnya adalah Allahu Allahu Rabbi laa usyriku bihi syai’a, yang artinya “Allah, Allah adalah Tuhanku, aku tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.” Nabi Yunus Alaihissalam juga berdoa saat berada di dalam perut ikan paus: Laa ilaaha illaa anta subhaanaka inni kuntu minazhzhaalimiin, yang artinya “Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sungguh aku termasuk orang yang zalim.” Doa-doa lainnya juga diajarkan oleh Nabi Adam dan nabi-nabi lainnya. Kita tidak pantas terlalu bersedih karena urusan dunia, karena Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman. Jika ia mendapat nikmat, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia mendapat musibah, ia bersabar, dan itu pun baik baginya.” Seorang muslim mendapatkan pahala jika ia bersabar, dan juga mendapatkan pahala jika ia bersyukur. Jika kita menerapkan kiat-kiat ini, membaca doa-doa tersebut, serta memperbanyak dzikir di pagi hari, sebelum tidur, dan saat bangun tidur, insyaAllah kesedihan kita akan hilang. Selain itu, kita juga perlu memperbaiki shalat, hubungan dengan orang tua, dan terus mendekatkan diri kepada Allah. Semua ini akan menjadi sebab kebahagiaan kita. Demikianlah, wallahu ta’ala a’lam. *** Jawaban dalam bentuk video dapat anda saksikan dengan klik link ini.

Bagaimana caranya menjauhi perbuatan zina?

Penanya (Muhammad Ihsan Pratama di Makasar) : “Bagaimana caranya menjauhi perbuatan zina?” Jawaban : Para jemaah sekalian, rahimakumullah, perbuatan zina merupakan perbuatan yang sangat dicela dalam Islam. Hukuman untuk zina sangat mengerikan. Jika pelakunya ghairu muhsan, yaitu belum menikah, maka mereka dicambuk 100 kali, baik laki-laki maupun perempuan. Allah berfirman: “Cambuklah keduanya dengan 100 kali cambukan. (QS. An-Nur : 2)”. Hukuman bagi muhsan (pelaku yang sudah menikah) lebih berat lagi, yaitu dirajam sampai mati. Ada riwayat yang menyebutkan: “As-syaikhah was-syaikh idza zanaya farjumuhuma al-battah (Rajamlah orang tua laki-laki dan perempuan yang berzina hingga mati).” Ini dikatakan sebagai ayat dalam Al-Qur’an, namun lafaznya telah dihapus, meski hukumnya tetap berlaku. Maksudnya, jika ada orang yang sudah menikah, baik laki-laki maupun perempuan, dan mereka berzina, maka hukumannya adalah rajam hingga mati. Ini adalah hukuman yang sangat mengerikan, belum lagi siksa di alam kubur dan neraka bagi para pezina. Oleh karena itu, kita harus benar-benar menjauhi perbuatan zina. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: “Janganlah mendekati zina, karena zina adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32). Untuk menghindari zina, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan: 1. Hindari melihat yang diharamkan, terutama yang berkaitan dengan aurat wanita, karena pandangan haram dapat memicu syahwat. Ketika syahwat tersulut, seseorang bisa mencari pelampiasan, dan jika dia memiliki banyak peluang, dia bisa tergoda untuk terjerumus dalam zina. 2. Menjauhi lingkungan yang buruk. Lingkungan yang mendorong kita ke perbuatan zina harus kita tinggalkan. Misalnya, teman-teman yang suka pacaran atau menggoda kita untuk melakukan pacaran. Kita harus benar-benar menjauh dari lingkungan seperti itu. 3. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kita dijauhkan dari fitnah, baik fitnah syahwat maupun syubhat. Zina adalah fitnah yang berkaitan dengan syahwat. Maka, berlindunglah kepada Allah dari fitnah ini, terutama di zaman sekarang di mana fitnah syahwat sangat kuat dan mudah menghampiri kita. Kita butuh pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyelamatkan kita dari godaan tersebut. Demikian nasihat ini, semoga bermanfaat. wallahu a’lam. Jawaban berupa video dapat anda saksikan dengan klik link ini.

Apakah Perbuatan Baik Tetap Diterima Setelah Bertobat dari Zina?

Penanya (Hamba Allah) : Tentang perzinaan yang saya lakukan sebelum berangkat ke kajian ini (hampir bersetubuh dengan seorang wanita malam). Saya sempat melihat aurat dan menyentuhnya, namun setelah itu saya bertobat dan mengikuti kajian. Apakah amal atau perbuatan baik yang saya lakukan hari ini masih dihitung sebagai pahala?   Jawaban : Terima kasih kepada saudara yang bertanya. Semoga Allah menjaga beliau, kita semua, serta anak-anak kita, putra-putri kita, dan kaum muslimin dari dosa perzinaan dan dosa-dosa besar lainnya. Perlu diketahui bahwa apapun bentuk dosanya, jika seseorang bertobat kepada Allah Azza wa Jalla dengan tulus, dan meninggalkan perbuatan tersebut karena sadar bahwa itu adalah dosa yang dimurkai oleh Allah dan dilarang oleh-Nya, maka tobat itu merupakan ibadah yang besar pahalanya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika seseorang bertobat, kejahatan dan dosanya dihapuskan oleh Allah Azza wa Jalla. Tobat adalah cara menghapus dosa sebelumnya, sehingga orang yang bertobat seolah-olah tidak memiliki dosa. Barang siapa yang bertobat, maka Allah akan menghapus dosanya dan menerima tobatnya. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya (tobat nasuha). Mudah-mudahan Allah menghapus kesalahan-kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga.” (QS. At Tahrim : 8) Jadi, siapa pun yang bertobat dengan ikhlas dan tulus kepada Allah, Allah akan menerima tobatnya dan menghapus kesalahan-kesalahannya. Semoga saudara yang bertanya ini benar-benar tulus meninggalkan perbuatan tersebut karena sadar bahwa hal itu diharamkan, demi mengharapkan pahala besar di sisi Allah dan keampunan-Nya. Maka, jangan bersedih atau bimbang. Jika Anda tulus bertobat kepada Allah, Allah akan menerima tobat tersebut, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menerima setiap amalan baik yang dilakukan seorang hamba setelah bertobat, selama dilaksanakan dengan penuh ketulusan dan sesuai tuntunan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam. Demikian, wallahu a’lam.   *** Anda dapat saksikan jawaban dalam video dengan klik link ini.

Hukuman Zina Bagi Orang Yang Sudah Berkeluarga

Penanya (Fitria Ummu Andre di Bengkulu) : “Suami saya berzina dan dia mengatakan bahwa dirinya sudah bertobat. Apa yang sebaiknya saya lakukan? Selama 16 tahun pernikahan kami, sebenarnya tidak pernah terjadi kedzaliman. Suami saya selalu bertanggung jawab dalam urusan dunia dengan baik. Namun, suami saya adalah tipe orang yang sangat logis, sehingga sulit bagi saya untuk mengajaknya lebih mendekatkan diri kepada Allah. Mohon nasihatnya, Ustadz. Jazakumullah khairan.” Jawaban : Bismillah, tentu saja terkait perbuatan zina ini harus ada bukti yang kuat. Jika memang dia mengakui dan sudah bertobat, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima tobatnya. Perlu diketahui bahwa pelaku zina yang sudah menikah dan sudah berhubungan badan dengan istrinya yang sah, hukumannya sangat berat, yaitu hukum rajam. Pelaku akan digali tanah, kemudian dilempari batu hingga meninggal. Batunya tidak boleh terlalu besar sehingga menyebabkan kematian langsung, namun juga tidak boleh terlalu kecil sehingga proses kematian menjadi terlalu lama dan menyakitkan. Ini adalah hukuman bagi pelaku zina yang sudah menikah dan berhubungan dengan istri yang sah. Hukuman ini sangat berat dan berbahaya. Namun, penerapannya harus dilakukan oleh pemerintah, bukan individu atau perorangan. Jika dia benar-benar sudah bertobat, semoga Allah menerima tobatnya. Zina adalah dosa yang sangat besar, dan dia harus benar-benar berhati-hati agar tidak terjatuh kembali ke dalam perbuatan tersebut. Sebagai istri, perlu introspeksi juga, karena mungkin ada kekurangan dalam melayani suami, seperti kurang berhias atau tidak selalu siap ketika suami membutuhkan. Seorang suami yang normal tentu memiliki kebutuhan fisik yang sering. Oleh karena itu, istri perlu memahami hal ini. Jika memang satu istri tidak cukup, dan suami mampu, maka dia diperbolehkan menikah lagi hingga empat istri, daripada jatuh ke dalam perbuatan zina. Poligami adalah solusi yang lebih baik jika memang suami mampu dan bertanggung jawab. Dari pertanyaan ini, suami disebutkan bertanggung jawab dalam urusan dunia, yang menunjukkan ada sisi kebaikan dalam dirinya. Sebagai istri, penting untuk terus mendoakannya, memutar kajian-kajian di rumah, meskipun suami tidak mendengarkan langsung. Setidaknya, televisi atau media lain bisa memutarkan Al-Qur’an atau nasihat dari para ustadz. Istri juga perlu menunjukkan rasa cinta kepada suaminya, misalnya dengan bangun tengah malam untuk mendoakan suami atau mengajaknya salat malam, meskipun hanya satu rakaat. Terus ajak suami ke masjid, karena salat adalah ibadah yang mencegah perbuatan keji dan mungkar. Semoga suami bisa menjaga salatnya dan ibadahnya, serta semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa besarnya. Akhirnya, semoga rumah tangga mereka menjadi semakin baik, semakin langgeng. Istri juga perlu introspeksi agar tidak kurang dalam melayani suami, sehingga suami tidak mencari di luar. Barakallah fikum, semoga nasihat ini bermanfaat. *** Anda dapat menyaksikan dalam bentuk video dengan klik link ini.

Apakah Setiap Perkataan Nabi ﷺ Disebut Hadist

Penanya : Apakah setiap perkataan nabi ﷺ disebut hadist? Jawaban : Jadi hadist itu meliputi semua yang disabdakan oleh Nabi ﷺ dan yang dilakukan oleh Nabi ﷺ dan yang setujui, walaupun Nabi tidak berkomentar namun beliau mendiamkan sesuatu yang dilakukan di hadapan beliau atau atas sepengetahuan beliau ﷺ, maka itu hadist. Bahkan karakter, sifat & perilaku Nabi ﷺ itu termasuk hadist. Sebagaimana yang telah di bahas kitab – kitab mustholah hadist. *** Dijawab oleh Ustadz Dr. Sofyan Baswedan, M.A. حفظه الله

Hukum Penghasilan Dari Bekerja Yang Seringkali Meninggalkan Sholat Wajib

Gunawan :  “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Ustadz, izin bertanya. Ustadz izin bertanya, saya seorang pekerja & bekerja sebagai kuli di pasar. Yang jadi pertanyaan saya, banyak dari teman-teman kami yang alhamdulillah semangat sekali dalam bekerja. Namun mereka banyak yang lalai dari perintah sholat apalagi puasa. Bagaimana hukum hasil kerjanya yang diberikan untuk keluarganya Ustadz? Sumbernya halal tapi mereka meninggalkan sholat yang wajib Ustadz.” Ustadz Menjawab : Barakallahu fiik wa atsabakumullah, kepada saudara Gunawan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menambahkan taufik hidayah kepada Anda, keluarga, dan juga seluruh pemirsa dimanapun Anda berada. Penghasilan mereka selama mereka, jasa yang mereka jual, pekerjaan yang mereka lakukan itu halal maka penghasilan mereka halal. Namun tentu mereka berdosa. Tidak berpuasa, dosa. Tidak sholat, maka dosa. Dan memberi teladan yang buruk kepada anak dan istri itupun dosa. Bahkan bisa jadi itu dosa yang lebih besar dibanding sekedar tidak puasa, karena ketika meninggal, tidak puasa selesai dosanya. Tapi ketika ternyata keteladanan negatif itu diberikan dan diikuti oleh anak dan cucu, oleh kerabat, keluarga maka itu dosa yang akan berkepanjangan dan berbuntut. Kenapa? Karena ternyata yang menjadikan anak cucu mereka tidak berpuasa adalah karena mereka meneladani, “bapak dulu ramadhan juga nggak puasa, kakek dulu ramadhan juga nggak puasa”. Akhirnya mereka menjadi turut berbuat dosa mengikuti langkah yang buruk tersebut. Dan tentunya akan menjadi dosa yang berkepanjangan.  مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْء “Siapa pun yang mengerjakan suatu amalan yang buruk, dan kemudian amalan itu ditiru diteladani orang lain, maka dia menanggung dosa amalan tersebut dan dosa semua orang yang meneladaninya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR. Muslim). Naudzubillah min dzalik. Wallahu ta’ala a’lam. *** Dijawab oleh Ustadz. Dr. Muhammad Arifin Badri, M.A. حفظه الله

Hukum Mempercayai Prakiraan (Ramalan) Cuaca

Penanya : Saudara Wibowo (Tuban) “Apakah termasuk syirik mempercayai ramalan cuaca?” Ustadz Menjawab : Ya, prakiraan cuaca atau dinamakan dengan ramalan cuaca maksudnya adaah sebagian pihak mereka memperkirakan bahwasanya sore hari ini akan terjadi angin kencang atau terjadi hujan atau seminggu kedepan akan terjadi hujan misalnya. Dan itu mereka lakukan berdasarkan keadaan sekarang ini. Ya arah angin dan seterusnya, sehingga mereka memperkirakan bahwasanya akan terjadi curah hujan yang tinggi atau curah hujan yang rendah pada beberapa hari ke depan. Adapun orang yang mengakatan, memperkirakan bahwasanya besok akan terjadi hujan, keadaan akan berawan, curah hujan tinggi dan seterusnya mereka berdasarkan apa yang terjadi sekarang ini dan itu memang ada hubungannya. Dan oleh karena itu apabila kita termasuk yang mengabarkan tentang perakiraan cuaca ini maka jangan lupa seseorang mengatakan “InsyaAllah”, apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki yang demikian. Dan seseorang tidak memastikan, itu adalah ilmu manusia. Kita mengatakan hari ini hujan karena demikian demikian, tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala kalau menghendaki tidak terjadi hujan maka tidak akan terjadi hujan. Bagus seandainya seseorang ketika mengabarkan tentang perakiraan cuaca ia mengatakan “InsyaAllah” dan ini dilakukan di sebagian stasiun televisi yang mereka memahami yang demikian. Maksud saya adalah stasiun televisi misalnya di Saudi Arabia ada juga disana prakiraan cuaca. Dan disebutkan disitu tentang kata atau ucapan yang menunjukkan itu adalah suatu yang merupakan perkiraan saja, bukan merupakan kepastian. Jadi jawabannya ini bukan termasuk kesyirikan. Wallahu ta’ala a’lam. *** Dijawab oleh Ustadz. Dr. Abdullah Roy, M.A. حفظه الله